Masalah banjir menjadi topik hangat perbincangan di status facebook masyarakat sekitar kota Palangkaraya. Saling menyalahkan satu dengan yang lainnya seakan menjadi solusi bahwa banjir tidak akan terjadi kembali. Namun, hingga saat ini masih belum ada solusi yang jelas terhadap permasalahan ini, analisis-analisis yang ada terpusat pada struktur tanah di Kota Palangkaraya yakni tanah gambut, kemudian volume air Sungai Kahayan yang meluap, serta pola penanganan drainase yang masih terkesan kurang baik.
Banjir merupakan bagian dari siklus hidrologi, yakni pada bagian air di permukaan bumi bergerak ke laut. Dalam siklus ini kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Tanah mempunyai daya serapan air, ketika kemampuan daya serap ini tidak mampu mengimbangi ketika hujan turun, maka hal yang akan terjadi selanjutnya adalah banjir secara tiba-tiba yang diakibatkan terisinya saluran air kering dengan air.
Penanaman pohon merupakan salah satu solusi untuk menambah daya penampungan air, karena pohon menyimpan banyak manfaat untuk menyerap air yang berada pada permukaan tanah. Akar-akar pada pohon dapat mengikat butiran-butiran air ini di pori tanah dan menjadikannya sebagai cadangan air di musim kemarau, potensi hutan yang luasnya 1 ha memiliki 350 pohon dengan rata-rata diameter 36 cm, pohon yang mempunyai umur 30 tahun mempunyai potensi menyimpan karbon sebesar 147,84 ton/ha dengan prosentase penyimpanan terbesar pada bagian batang (73,46%), kemudian cabang (16,14%), kulit (6,99%), daun (3,17%) dan bunga-buah (0,24%). Dari data tersebut dapat diketahui kemampuan satu pohon yaitu menyerap 14 kg/tahun. Dari hasil penelitian diperoleh nilai debit andalan yang dapat dipergunakan pada musim kemarau sebesar 1,82 liter/detik yang terjadi pada bulan Agustus dan September, sedangkan pada musim penghujan debit yang dapat dimanfaatkan sebesar 29,82 – 67,55 liter/detik (Suryatmojo, H., 2004).
Dengan demikian 1 ha hutan dapat memenuhi air bersih hingga 19 orang dimana 1 pohon dalam hutan tersebut memberi kontribusi sebesar 0,3 persen. sehingga ketersediaan air tanah tetap terjaga secara berkesinambungan dan menjadikan debit mata air, sungai dan danau tetap besar, serta tidak terjadi kekeringan pada musim kemarau dan pada musim penghujan bencana banjir tidak terjadi.
Lalu bagaimana di Kalimantan Tengah?
Dari data yang telah dihimpun oleh WALHI Kalimantan Tengah (dalam
Forum diskusi yang melibatkan sebagian organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan,
Minggu (16/2/2014)’ gambaran singkat mengenai praktek Korporasi Asing dalam
hal mengeruk SDA, apa bila kita jauh kebelakang maka akan ditemui sejarah
panjang eksploitasi SDA di kalteng melalui penguasaan wilayah dan industri yang
berbasis komoditas sejak jaman kolonialisme
pada jaman belanda dengan perusahan bernama NV. BRUINZEEL yang megolah kayu agthis dan pasca kemerdekaan terutama Orde baru
eksploitasi menjadi masif (Kayu, Sawit,
Tambang, karbon offset) berbasis pada komoditas eksport. (Baca : Membongkar Prakter SDA Asing di Indonesia sebagai Transaksi Politik)
Kalteng yang
memiliki luasan 15,356,800, 85 % sudah diperuntukan untuk investasi yang
menguasi ruang dan merampas tanah dan hak-hak masyarakat adat Akibat pengusaan
kawasan tersebut terjadi konflik sosial, kerusakan lingkungan, kesenjangan
ekonomi dan bencana ekologi.
Kemudian
dilihat dari perijinan Investasi di Kalimantan Tengah itu sendiri maka akan
terlihat 13.410.714,98 ha
atau 85 % Dari total Wilayah Kalimantan Tengah Sudah
dikuasai dan dikontrol oleh
investasi. Dengan
rincian; Ijin konsensi Perkebunan ( PPAL, IP, IUP, PKH, HGU)
seluas 4.649.072 ha oleh
352 unit PBS. Dikuasai oleh holding Compeny Wilmar, BEST Agro, Sinar Mas, IOI,
Musimas, Makin Grup)). Ijin Konsensi Kehutanan (IUPHK-HA) (HTI) (IPK) seluas 4.894.408
Ha oleh
91 Perusahaan. Ijin Konsensi
Pertambangan ( KK, PKP2B, KP, SIPRD, SIPD) Seluas 3.867.234, 98 Ha oleh 859 Perusahaan. Termasuk
perusahaan milik asing BHP. Biliton, aorora Gold, Renainance dan samin tan
group, Bumi Resources, dan Adaro).
Akibat
dikuasainya sumberdaya alam di kalimantan tengah oleh investasi untuk industri komoditas mengakibatkan; Konversi hutan besar-besaran
mengkibatkan laju degradasi kerusakan hutan dan lahan sebesar ± 140.000 Ha/tahun, jauh lebih besar daripada kemampuan rehabilitasi
sebesar 25.000 s/d 30.0 Ha/tahun
dan menyisakan lahan krtis hingga 7,5 juta ha. Limbah pabrik dan tambang yang
mencemari sungai dan danau akibat bahan kimia dan psetisda yang berlebihan.
Kekeringan hutan/dan lahan gambut mengakibatkan kebakaran hutan dan bencana
asap. Hilang dan punahnya satwa akibat
rusaknya habitat dan terputusnya rantai makanan dan bentang alam
(ekosistem yang terputus). Rusaknya struktur tanah akibat pengunaan pupuk dan
air tanah yang berlebihan.
[Berbagai Sumber]
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.