Sejumlah penonton yang menyaksikan Festival Isen Mulang tahun ini
mempertanyakan Ornamen Naga yang mendominasi pada saat lomba "Jukung
Hias" di kawasan sungai Kahayan, Jum'at (20/6). Hal ini sempat menarik
banyak kritikan dan tanda tanya besar bagi para pengunjung saat itu.
Akun Facebook, Edy Rustian mengirim posting dengan maksud membuka diskusi
serius menanggapi masalah ini "Saya masih gagal paham soal ornamen NAGA
yang justru mendominasi pawai perahu etnik Kalteng. Mohon maaf barangkali
suplement sejarah saya yg kurang tapi rasanya akan lebih menarik apabila
melihat Burung Tingang atau Orangutan. Ini soal kalteng #kaltengday59 #isenmulang ".
Sontak, dengan seketika postingan ini dibanjiri komentar-komentar oleh
sejumlah pengguna facebook lainnya :
"Naga itu, pengaruh budaya cina yg masuk..." tulis Chandra
Ardinata, yang kemudian disusul komentar Bakti Yusuf Irwandi yang menyatakan
"sepakat" akan pernyataan tersebut.
Edy Rustian kembali berkomentar "Bagi saya Ini Juaranya. Kab. Pulang
Pisau konsisten dengan dengan Burung tingang yang menjadi simbol kebesaran Suku
Dayak Kalteng".
"Tp faktanya kota palangka raya bermotif naga yg is the best juara
1", balas Bakti Yusuf Irwandi kembali.
"Berati penilaian lebih kepada kemegahannya bukan nilai
estetika", tulis Edy Rustian membalas komentar sebelumnya.
Komentar-komentar lainnya yang lebih kepada persoalan ornamen naga, yang
konon katanya pengaruh budaya cina mulai diangkat kembali.
"Mf bang Edy Rustian ini kan zamanx MEA mungkin saja sdah kebablsan
budaya asingx Indonesia kan sdah mulai dikuasai Etnik/s Cinax....he...he",
Akun Facebook Seniadinoor Kaltengi Kal-Tengi berkomentar.
Membalas komentar tersebut, Edy Rustian dengan nada becanda mengatakan
"Hehee... kamu org china? Teman ahok dong?".
Dibalas oleh Seniadinoor Kaltengi Kal-Tengi "Ha...ha..ha...mungkin dah
terpengaruh itu lh...sedikit demi sedikit kalteng mungkin saja seperti jakarta
klu qta tdak sadar untuk mmpertahankan nilai budaya kita...he".
Permasalahan ini kemudian mengundang komentar dari pengguna facebook
lainnya, Dessy Dessy "maaf sebelumnya,saya kok rada nggak setuju
ya.masalah dihubungkan dg kata dikuasai oleh cina..menurut saya.kalo kita kuat
dg prinsip dan pedoman .mau bagaimana orang mau menguasai,nggak akan bisa,dan
nggak ada hubungannya ornamen naga dg kata cina menguasai...merasa nggak
dikuasai cina,???".
Lebih serius, akun Rano Rahman berkomentar “Terlalu jauh sampai ke Sara
china apalagi dikaitkan dengan Ahok segala bro, Perlu banyak baca referensi dan
diskusi memang, soal Naga sebetulnya ada dalam keyakinan penciptaan Bumi pada
kepercayaan agama Kaharingan, Dalam agama Kaharingan dipercayai bahwa
penciptaan bumi melibatkan naga. Saya coba menulis singkatnya ya; "pada
salah satu tahap penciptaan bumi Ranying Hatalla melepaskan Lawung Singkap
Antang. Lawung Singkap Antang kemudian berubah menjadi Petak Sintel Habalambang
Tambun, Liang Deret Habangkalan Karangan, yakni tanah bumi lengkap dengan air,
tumbuhan beserta segala isinya."
Sebelumnya, Arjoni Sao juga memberikan komentar "Naga juga menjadi simbol
org dayak le...sejak dulu ukiran naga menjadi ciri khas juga... kalau lomba
pesawat terbang bisa saja menggunakan ornamen burung tingang...dari dulu di
kampung saya burung tingang n naga menjadi simbol org dayak...cerita tentang
naga pun juga melegenda...tajau belanga pun dua itu...tapi mending kita sama2
baca sejarah biar komennya ga terbatas pada, setuju or ga setuju aja...".
Diskusi pun semakin menarik dan mulai menemukan benang merah atas
permasalahannya. Namun, komentar lainnya masih mempermasalahkan kenapa etnis
cina dihubung-hubungkan dengan ornamen naga yang dimaksud.
Disusul komentar selanjutnya oleh Putra Kalteng "Dunia Bawah Dunia Air
di identikkan dgn Naga sedangkan Dunia Atas di identikkan dgn Burung Tingang,
inilah Budaya Kalteng".
Ahmad Syarif "semua itu berawal dari kepercayaan dan cirikhas sebuah
ornamen tidak bisa dilihat dari satu benda saja seperti sandung, ada identitas2
lain (rumah, perahu) yg juga menggambarkan naga sebagai identitas
keDayakannya".
Akun Dessy Dessy kembali berkomentar "dari sepengetahuan saya..NAGA
dalam budaya suku dayak dianggap sbg simbol alam bawah.NAGA digambarkan hidup
didalam air atau tanah.."arti kata TAMBUN...alam atas dikuasai oleh burung
..simbol tingang/enggan...nggak salah donk kalo palangkaraya makai simbol NAGA
utk perahu hiasnya. kalo bagi masy tionghoa. NAGA itu. simbol
kekuatan,kehebatan,keberanian...#kalteng hebat,kuat,berani....".
Komentar-komentar di atas rupanya mengundang sejumlah tokoh, seperti
Christianus Uda "Saya kurang mengerti semua budaya kal teng tapi yg saya
tau perahu naga itu budaya cina , apakah budaya cina ada kesamaanya dengan
budaya kalteng saya tida tau".
Tambahnya lagi "Boleh mengkritisi tapi mohon maaf jangan bikin
pendapat yg tidak baik sehingga menjadi ketersinggungan". Kemudian disusul
komentar Edy Rustian yang mengungkapkan ucapan terima kasih "Artinya betul
bahwa kita sedang mencoba menggali akar2 sejarah melalui diskusi ini. Tks
yahnda Prof. Christianus Uda ..."
Tokoh lainnya berkomentar, Sabian Utsman "kadang ada kehawatiran ...
kok masih banyak budaya Huma Betang, kenapa harus substansinya justru bukan
punya kita. Sebaiknya diarusutamakan budaya dalam negeri ... ada huma betang
yang menjadi milik kita.", yang kemudian mencolek akun Daun Lontar
Yogyakarta dengan maksud meminta pandangan.
Belum selesai, komentar tersebut disambut dengan informasi dari akun Nikka
Nickaa berkomentar "Simbol naga sebenarnya ada kaitannya kok dgn adat
dayak, di Kitab suci Panaturan sering disebutkan bahwa ada yg namanya Naga Hai
Galang Petak yg menjaga tanah/bumi tempat kita berpijak sma halnya dgn Burung
Tingang atau bahasa di Kitab Suci Panaturang yg srg di Sebut Dandang
Tingang".
Tambahnya lagi "Bahkan ada upacara adat juga yg bertujuan meminta izin
membuka lahan/rumah yg sering disebut Manyanggar itu ditujukan kepada Naga Hai
Galang Petak. Supaya tanah tempat kita bermukim/berusaha tidak akan mendapat
gangguan. Itu smua tercantum di Kitab suci agama Hindu Kaharingan".
Komentar selanjutnya disusul dengan nada becanda dari pengguna akun
facebook. Sebagian menganggap permasalahan sudah mulai mendapatkan titik temu
dari hasil diskusi singkat tersebut.
Edy Rustian dalam akhir komentarnya menekankan maksud dari postingannya, ia
menulis:
"Pertama bahwa saya mengatakan Gagal paham (belum paham), Artinya
saya sedang berusaha memahami dan mendalami seberapa tegaskah legenda Naga di
dalam mitologi Dayak.
Kedua, saya katakan Dominan Ornamen Naga, artinya adalah
bahwa saya bukan menolak Legenda Naga ini ada di akar sejarah kita karena
sayapun sering mendapati peninggalan2 kuno yg memang tersentuh ornamen Naga
meski belum tau secara pasti bagaimana proses melekatnya tapi saya meyakini
bahwa legenda Naga memang tumbuh di tengah kita.
Terakhir yang juga penting
adalah soal saya mengatakan begini "Rasanya akan lebih menarik apabila
melihat Burung Tingang atau orangutan" Relevansi berfikir yg saya
sampaikan adalah bahwa festival isen mulang ini menjadi agenda penting dan
sakeral dalam kaitanya mengangkat dan menjaga nilai luhur sejarah di kalimantan
tengah, lalu yang juga menjadi esensi tentu bagaimana agenda ini dilaksanakan
utk mengangkat destinasi2 wisata di kalimantan tengah, pemerintah dan kita
semua tentu berharap destinasi wisata budaya dan alam menjadi kuat dan
memberikan kontribusi maksimal bagi pembangunan Daerah oleh karena itu,
corak-corak budaya yang tegas seperti Burung Enggang saya kira menjadi pilihan
yang bagus untuk ditonjolkan kepada wisatawan baik domestik maupun mancanegara,
kelebihan lain ialah Simbol yang tegas seperti Enggang ini masih ada dan bisa
kita temukan berikut juga Rumah Betang, rasanya seperti itu jualan wisata kita
akan semakin kuat dan menarik, semuanya tentu untuk pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat Kalimantan Tengah. Salam Hangat”
Post a Comment
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab.